
Berdasarkan UU Ketenagakerjaan No.13/2003 ("UU13/2003"), perusahaan harus memberikan manfaat dengan formula yang telah ditetapkan di dalam Undang-Undang tersebut untuk kejadian-kejadian yang juga sudah ditetapkan. Terdapat 3 kejadian yang berhubungan dengan imbalan paska kerja – mencapai usia pensiun, meninggal dan cacat.

Untuk karyawan yang mencapai usia pensiun, perusahaan wajib membayarkan 2 x uang pesangon + uang penghargaan masa kerja + uang penggantian hak. Formula yang sama digunakan untuk menghitung manfaat meninggal. Sedangkan untuk karyawan yang cacat dan tidak dapat bekerja lagi, perusahaan wajib membayarkan 2 x uang pesangon + 2 x uang penghargaan masa kerja + uang penggantian hak.
Karena formulanya sudah ditetapkan, maka seluruh perusahaan di Indonesia wajib mengakui kewajiban atas manfaat tersebut.
Hubungan Manfaat UU13/2003 dan Program Pensiun
UU13/2003 mengungkapkan kalau perusahaan sudah memberikan program pensiun perusahaan (misalnya program Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)), maka manfaat pensiun tersebut dapat digunakan sebagai pengurang manfaat pensiun berdasarkan UU13/2003.
Jika perusahaan menjanjikan manfaat iuran pasti melalui DPLK misalnya 10% dari gaji per bulan, tergantung dari alokasi investasi dan kinerja investasinya, maka akumulasi dana program iuran pasti tersebut dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari manfaat minimum yang diatur oleh UU13/2003

Dalam contoh di atas, besaran manfaat UU13 yang akan dibayarkan pada saat pensiun dengan masa kerja 24 tahun sebesar 32.2 x Gaji Terakhir.
Proyeksi akumulasi dana program iuran pasti jika ekspektasi imbal hasilnya 8% adalah 34.9 x Gaji Terakhir – lebih tinggi dari manfaat UU13. Dalam hal ini, perusahaan sudah tidak memiliki kewajiban apapun kepada karyawan.
Di sisi lain, jika perusahaan mengalokasikan investasi program iuran pastinya pada instrumen investasi yang lebih konservatif dan ekspektasi imbal hasilnya lebih rendah misalnya 6%, maka proyeksi akumulasi dana program iuran pastinya hanya 27.6 x Gaji Terakhir – lebih rendah dari manfaat UU13. Dalam hal ini, perusahaan masih harus membayarkan top up sebesar selisih 32.2 dan 27.6 x Gaji Terakhir. Selisih ini yang menjadi janji perusahaan yang harus dicadangkan.
Sama halnya jika perusahaan menjanjikan program manfaat pasti lain – proyeksi manfaat berdasarkan program manfaat pasti perusahaan harus dibandingkan dengan manfaat pensiun berdasarkan UU13/2003.
Satu catatan penting adalah kewajiban perusahan dalam membayarkan program manfaat pasti lain tersebut tidak hilang – tetapi tetap harus dihitung dan dicadangkan dalam buku perusahaan – termasuk asetnya jika didanai.